Baca info terbaru Agar Pendidikan Kita Bukan Pendidikan Abal-abal yang bisa menjadi pilihan kalian dalam memilih beragam sajian mengenai berbagai berita dan update informasi yang tepat saat ini, seperti yang sudah aku sajikan pada tulisan dengan judul Agar Pendidikan Kita Bukan Pendidikan Abal-abal dalam kategori
Opini
kalian bisa melihat lengkap dibawah ini.
Setiap tahunnya, jutaan siswa dinyatakan lulus sekolah menengah baik di SMP maupun SMA. Mereka adalah sekumpulan manusia dalam jumlah besar yang diharapkan memiliki sumbangsih terhadap agama, bangsa dan negara. Namun, bagaimana jika fakta yang terjadi adalah sebaliknya?
Cukup dikatakan dosa besar, sekolah-sekolah yang hanya mengutamakan nilai akademik hasil ujian dan hasil tes semester sebagai pertanda seorang siswa itu sudah berkualitas. Padahal, kecerdasan intelektual kini diketahui hanya menyumbangkan 20 persen dari kesuksesan seseorang. Sisanya adalah kecerdasan emosional dan spiritual. Artinya siswa sebaiknya memiliki kualitas kesadaran pribadi yang baik, yakni kecerdasan perasaan dan religius, agar menjadi warga yang baik, tidak hanya pandai berhitung atau menghafal.
Dan dosa besar pula, bila pihak sekolah maklum dengan tindakan curang dan meluluskan orang-orang yang tidak jujur. Tampak sulit memang, dalam berita-berita kita pernah mendengar, sekolah yang mengusahakan ‘bocoran’ ujian nasional demi kelulusan anak didiknya. Beberapa berita yang ada itu bisa jadi hanya fenomena gunung es, karena bila kita coba survei dengan bertanya ke siswa yang pernah mengikuti ujian nasional, bisa jadi mereka lah yang pernah mendapatkan bocoran tersebut, baik diusahakan sekolah maupun sekolah ‘merelakan’ tindakan curang mereka.
Tindakan mereka pun bukan tanpa sebab, sistem pendidikan yang sebelumnya mengandalkan ujian tulis sebagai syarat kelulusan membuat pelajar kita yang kebanyakan tak punya motivasi belajar yang baik menjadi takut dan berusaha untuk lulus, tak peduli caranya kotor sekalipun. Bisa dibayangkan bila mental seperti itu tetap ada hingga mereka menjadi kepala desa, bupati, menteri, pejabat pajak, dan lain sebagainya, mungkin kedepan kita akan menemukan cerita yang lebih ironi dari sepak terjang seorang Gayus Tambunan.
Mengapa kita sulit sekali merubah hal ini, fungsi sekolah menjadi minimalis, padahal biaya pendidikan semakin mahal dan mencekik. Pernah saya mendengar cerita ibuku ketika ia sedang berada di pasar, ada orang tua yang mengeluh mahalnya pendidikan di SMA, menurutnya, mahalnya sekolah tersebut sudah seperti perbuatan merampok. Padahal sekolah seringkali meluluskan siswa-siswa yang tak punya kesadaran jiwa untuk membangun lingkungannya. Yang dipikirkannya adalah kepentingan sendiri.
Pendidikan yang dicontohkan oleh seorang ahli parenting, Ibu Septi, patut ditiru. Walau beliau membebaskan anaknya untuk tidak sekolah, tetapi anak-anaknya tetap diwajibkan mencari ilmu, dimana saja. Selain itu mereka di tekankan memiliki karakter yang baik, menjadi orang yang baik.
Pendidikan yang baik didukung oleh semua elemen, baik itu masyarakat, sekolah, pemangku kebijakan dan kita. Bila salah satunya tidak beres, maka masalah pendidikan akan tetap sampai kapanpun. Kita yakin pendidikan merupakan kunci kemajuan, tetapi, sudahkah kunci itu membuka gerbang kesadaran kita sendiri?