Perpustakaan dan Desa

Baca info terbaru Perpustakaan dan Desa yang bisa menjadi pilihan kalian dalam memilih beragam sajian mengenai berbagai berita dan update informasi yang tepat saat ini, seperti yang sudah aku sajikan pada tulisan dengan judul Perpustakaan dan Desa dalam kategori , , kalian bisa melihat lengkap dibawah ini.
Semester kemarin, atau tepatnya awal semester 2, aku yang hendak keluar selepas membaca buku di perpustakaan Tarbiyah tiba-tiba dipanggil oleh bapak koordinator perpus, Pak Fahrurozi. Suatu hal yang aku tidak menduganya, aku diajak untuk masuk dan menjadi bagian dari klub kecil, Tarbiyah Library Club. Disinilah akhirnya aku memroseskan diri di dunia kepustakaan. mendalami dunia perpustakaan lebih dari sekedar pengguna atau pengunjungnya.
                Beruntung, ya, itulah yang bisa aku pikirkan berkenaan bisa bergabung dalam komunitas kecil petugas perpustakaan. Didalamnya aku bisa lebih banyak memanfaatkan waktu untuk menambah pengalaman sekaligus informasi, lewat pekerjaan baru itu dan bergelut dengan buku-buku perpustakaan.
                Aktifnya aku diperpustakaan ini mengingatkanku ketika masa-masa kecil. Secara alami dan karena faktor lingkungan keluarga, aku seorang yang berpotensi sebagai pencinta buku dan penggemar membaca dengan sendirinya. Tapi aku tidak suka buku matematika dan semisalnya. Aku suka buku kisah dan cerita. Diantara buku-buku yang dulu suka aku habiskan seperti Kisah 25 Nabi, walisongo, biologi, sejarah Islam, dan lain-lain yang tidak begitu aku ingat saat ini. begitu juga semasa menerima Ilmu di Madrasah Ibtidaiyah Ma’arif Bantar. Waktu akreditasi, aku mungkin kelas 4, sekolah berusaha untuk menyiapkan sebuah ruangan untuk dijadikan perpustakaan. Aku sangat senang dengan adanya perpustakaan, sayangnya, orang-orang terdekatku tak mendukung kegemaranku, aku dibiarkan sendiri menjalani kehidupan sebagai pelajar. Ya begitulah kehidupan di desa. Hidup untuk membaca terasa kurang penting untuk diperhatikan.
                Sebelum tahun 2007 itu masa-masa yang cukup indah, apalagi ketika ada agen penjual buku yang menyelenggarakan bazar. Dibazar itu menjadi tempat yang sangat ingin aku datangi untuk membeli buku, demi mendapatkan uang belasan ribu rupiah, aku meminta-minta terlebih dahulu agar bisa membeli buku-buku.
Pernah juga semasa MTs aku berusaha menata buku-buku yang kebanyakan LKS untuk dirapikan dan akhirnya kamar depan rumahku menjadi perpustakaan. Kegilaanku pada membaca sedang tinggi-tingginya saat itu. Aku tidak tahu apakah kebanyakan teman-temanku memiliki perasaan yang sama, yaitu terkadang ingin membaca, ingin punya buku, ingin dan termotivasi untuk bisa memiliki buku yang lebih banyak.
Bila dirumah Kakek, aku agak sering untuk menggeledah tumpukan buku-buku disana. Di sana juga banyak buku-buku keagamaan dan lain-lain yang memenuhi rak, terdiam membisu dan jarang bergeser dari tempatnya berdiri. Semua berjejer rapi namun keluarga tak terlalu menanggapi. Aku kini malah agak menyayangkan, kenapa kegemaran membaca maupun menulis tidak diajarkan pada kami sebagai anak cucu.
                Kegiatan baca tulis di desa memang tidak begitu menggeliat, anak-anak akan lebih suka bermain-main sebagaimana umumnya anak-anak desa. Ke kebun, sungai, bukit, mancing, permainan tradisional, atau bermain permainan yang sedang ngetrend berkat film-film kartun yang tengah digemari anak-anak ditelevisi. Memanag benar apa yang dikatakan seorang penulis buku, budaya melihat dan mendengar kini lebih mendominasi daripada budaya membaca. Seseorang yang lebih memilih membaca daripada menghabiskan waktu untuk menonton televisi sejatinya memiliki kesadaran yang langka dalam masyarakat, membaca. Dan juga perkataan Seorang ahli agama, AA Gym yang mengatakan bahwa bedanya kita dengan barat itu tidak sebesar langit dan bumi. Itu tampak dari perkataannya. barat sudah membaca untuk belajar, sedang kita hanya baru pada tahap belajar untuk membaca.
Membaca, memiliki nilai rasa yang menyenangkan bagi para pecinta ilmu dan sastra. Keberadaan buku-buku yang terorganisir sangat perlu adanya. Sangat sayang bila berada ditempat penuh buku, tetapi disia-siakan. Walau barangkali buku-buku itu tidak berkaitan langsung dengan kehidupan kita, bila memberi pengetahuan yang baik dan boleh, mengapa tidak dibaca? Apalagi yang habis lulus kuliahnya, menjadi bagian dalam masyarakat yang terjun dengan membawa ilmu-ilmu yang didapat saat perkuliahan. Seharusnya juga turut membawa virus-virus cinta buku. Mencintai buku berarti mencintai pengetahuan, bila mencintai pengetahuan, maka sudah tentu akal dan perasaan manusia akan menuntun untuk selalu tahu dan selalu mengembangkan keadaan yang terjadi. Semua masalah bisa diselesaikan karena wawasan yang luas  sebab banyak membaca.
Untuk mereka yang sempat membaca tulisan ini yang juga kebetulan berstatus sebagai pejabat pemerintah desa, desa manapun, hendaknya bila belum memiliki perpustakaan maka adakanlah dan bangunlah perpustakaan. Jadikan perpustakaan menarik dan taman yang indah bagi siapa saja, terutama anak-anak, agar mereka datang dan menghabiskan waktu secara manfaat. Bahkan aku berangan-angan ada perpustakaan besar dengan pengelolaan hebat berkembang didesa. Dahulu Perpustakaan merupakan pusat peradaban, dan akan tetap begitu pula di zaman sekarang.

Manfaat membaca barangkali tidak selalu untuk sekarang, besok ataupun minggu depan. Tetapi jiwa-jiwa  yang memiliki pengetahuan luas akan selalu belajar, hasil belajar itu bisa membantu menyelesaikan persoalan-persoalan yang ada. Gemar membaca adalah tanda cerahnya masa depan. Membaca adalah kebiasaan langka masyarakat kita. 

Related Post:

Share :

Facebook Twitter Google+ Lintasme
Back To Top