Baca info terbaru Revolusi, Pelajaran Kejujuran yang bisa menjadi pilihan kalian dalam memilih beragam sajian mengenai berbagai berita dan update informasi yang tepat saat ini, seperti yang sudah aku sajikan pada tulisan dengan judul Revolusi, Pelajaran Kejujuran dalam kategori kalian bisa melihat lengkap dibawah ini.
Dunia yang sudah tidak dalam kondisi yang baik ini, sebagaimana kata mahasiswa aktivis, membutuhkan yang namanya revolusi. Suatu perubahan yang besar, cepat, dan membawa kebaikan yang besar. Untuk revolusi ini berarti memerlukan analisis, apa-apa yang selama ini salah dan keliru, untuk diubah, sehingga menjadi sesuatu yang baru atau agak baru dalam kehidupan (karena melawan yang biasa tapi keliru), tetapi mampu membawa kebaikan. Keliru menurut siapa? Tentu menurut rujukan paling mendasar dalam kehidupan umat islam, yaitu al-qur'an dan sunnah, serta petuah para ulama, norma-norma. Dan juga kadang kita perlu semacam contoh atau prototype dari golongan atau bangsa lain.
Sesuai judul, maka yang ingin aku berbagi wacana adalah tentang kejujuran. Kata kejujuran yang sudah diajarkan sedari kelas madrasah ibtidaiyah atau sekolah dasar, lebih-lebih di lingkungan keluarga. Sebab tidak mungkin anak dibiarkan tidak tahu menahu kejujuran dalam bermain maupun berurusan dengan orang tua.
Aku masih ingat bahwa kejujuran itu adalah barang yang tidak dijunjung tinggi di sekolah-sekolah oleh para pelajar. Karena dulu aku sekolah di madrasah, aku yakin hal itu juga sama terjadi di sekolah manapun. Mereka di beri suasana yang menakutkan, takut tidak lulus, remidi, nilai jelek dan lain semisalnya. Bukan motivasi untuk belajar dan kejujuran hingga hasil yang murni usaha sendiri, ilmu yang bermanfaat dan keberkahan menjadi tujuan utama. Walau ada guru yang mengatakan hal yang seperti itu juga, tapi terhitung sedikit.
Dulu di UN 2010 MTs, aku bisa mendapat kunci jawaban lewat sms dari temanku, bahkan temanku yang perempuan ketika tanya tentang kunci jawaban (dengan tampak sangat ingin) aku masih balas dengan sikap negatif. Namun aku sendiri dulu memakai kunci untuk dua pelajaran, matematika dan satu lagi aku lupa. Sepertinya.
Beda lagi di MA, aku sudah lebih matang dan memegang teguh prinsip. Waktu itu UN sudah dibuat 20 paket. Ternyata percobaan 20 paket itu tetap saja ada bocoran kunci yang sangat terstruktur. Yang baru kami dapatkan di dua mata pelajaran terakhir, Biologi dan Kimia. Tetapi aku berani menolaknya, temanku Dwi Supriyanto yang pagi itu memberi aku kunci jawaban dan berusaha menjelaskan cara menggunakannya padaku, sampai mengikuti jejakku. Waktu itu aku katakan padanya "aku sudah belajar lima bulan (untuk persiapan UN) kok, disia-siakan gara-gara kunci jawaban, aku gak butuh". Memang seorang teman dapat memengaruhi temannya, dan yang memengaruhi itu kali ini adalah aku.
Hingga pemberian keterangan hasilnya, pun bermacam-macam, ada yang memakai kunci dengan pas hingga dapat nilai 8,9 bahkan 9, adapula yang sampai pada 6 koma. Sedangkan aku alhamdulillah bisa dapat 7 koma dan 6, dengan hasil jerih payahku sendiri. Dan Dwi bisa dapat 4 ke atas. Hasil keseluruhan? Aku akhirnya tetap ranking pertama dengan hasil UN murni, sedang yang lain bercampur aduk, entah semua kecuali dua orang memakai kunci, atau ada lagi yang mau berani jujur, ini sebuah krisis.
Apakah kejujuran tingkat tinggi, dapat diterapkan di sekolah-sekolah, terutama di madrasah? Memang pendidikan membutuhkan nilai, bagiku nilai itu adalah nilai rasa dan nilai manfaat, bukan angka. Angka adalah nomor kesekian, sehingga anak harusnya didorong memiliki kemampuan, tanpa terlalu pikir pusing bahkan takut tentang angka yang didapatnya.